( ProgresifNews.com) —Politik merupakan gelanggang pertarungan antar kekuatan yang cenderung menghalalkan segala cara dan mengabaikan nilai-nilai moral yang ada.
Ketika Indonesia merdeka, bangsa kita belum juga mampu melepaskan dirinya dari perilaku para punggawa kerajaan yang cenderung destruktif tersebut. Bahkan semakin parah sebab perilaku destruktif tidak hanya diamini oleh para penguasa saja, tapi telah menjalar hingga lapisan terbawah masyarakat kita.
Politik kita yang berbasis demokrasi Pancasila ternyata belum mampu mengendalikan syahwat partai politik dan para politisinya. Bukan omong kosong atau gosip lagi bila kita mendengar adanya penggelembungan suara salah satu kontestan dan pengurangan suara kontestan yang lain, Tujuannya adalah berkuasa tanpa harus bersusah payah mendapatkan dukungan rakyat. Tentu saja untuk itu ada harga yang harus dibayar. Maka politik uang (money politics) merupakan saluran yang dipilih untuk bercokol dalam kekuasaan.
Ironi berikutnya terjadi ketika kekuasaan telah dalam genggaman. Para politisi tersebut dengan cepat melupakan rakyat yang (tidak) memilihnya tersebut. Mereka begitu asyik dengan dirinya sendiri, kelompoknya, dan partainya. Agak sulit jadinya menempatkan posisi rakyat dalam hati para politisi tersebut. Makanya tidak aneh ketika satu politisi berbicara atas nama rakyat, politisi yang lain bersuara lantang: “Rakyat yang mana?” Pertanyaan tersebut muncul sebab mereka sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa memang tidak ada rakyat yang mereka wakili.
Carut marut politik kita tersebut merupakan gambaran betapa politik kita adalah politik yang minus keteladanan. Politisi kita mungkin lupa bahwa masyarakat kita adalah masyarakat patrilineal yang masih menganggap bahwa pemimpin adalah anutan yang harus selalu diikuti dan ditiru.
Seharusnya Politik sudah semestinya mampu menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat, karena memang sejatinya di sanalah esensi perpolitikan, Politik tidak hanya berhenti di kekuasaan belaka, masyarakat harus diupayakan membawa kehidupan yang lebih baik bagi masyarakatnya.
Karena Tanpa itu semua, politik hanya akan menjadi buldoser yang akan menggilas semua yang tidak sejalan dan meluluhlantakkan semua yang dilewatinya. (Red)