(ProgresifNews.id) LAMPUNG BARAT—-Terkait dengan pemberian penghargaan terhadap Mr. Gele Harun Nasution yang dianggap oleh Bupati Lampung Barat sebagai Pahlawan yang pernah berjuang melawan penjajah di Kabupaten Lampung Barat menuai pro dan kontra.
Pro kontra itu sendiri bukan hanya terdengar di kalangan bawah, yang memang memahami situasi dan kondisi di Lampung Barat, namun pemberian penghargaan tersebut membuat dua Tokoh Besar Lampung Barat berbeda pendapat.
Dua Tokoh Besar tersebut adalah Raja di Paksi Pak Sekala Brak dari kepaksian buay Pernong dan kepaksian buay Belunguh.
Dua tokoh tersebut dalam status keadatannya adalah sama-sama sebagai seorang Suttan diKepaksian masing-masing yang ada di Sekala Brak, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Sebagai seorang tokoh adat dan Raja dari Kepaksian Belunguh M Yanuar Firmansyah Gelar Suttan Junjungan Sakti Yang Dipertuan Sekala Brak Ke-27 mempertanyakan bahwa Kapan Mr. Gele Harun berjuang untuk Lampung Barat? Juga Lampung Barat terbentuk tahun berapa? Dulu masih bagian Lampung Utara, kok diberi penghargaan berjuang untuk Lampung Barat?” tanya Pun Yanuar, menyikapi soal keputusan Bupati Lampung Barat, H. Parosil Mabsus, yang memberikan piagam penghargaan kepada Mr. Gele Harun dalam momentum HUT Republik Indonesia ke-77 tahun 2022.
seharusnya Bupati sebagai kepala daerah bisa lebih bijak dan selektif dalam memutuskan untuk kepada siapa memberikan piagam penghargaan. Sebab, Kabupaten Lampung Barat sendiri memiliki sejarah panjang dimana dalam perjalanan sejarahnya melahirkan banyak pejuang dan pahlawan daerah serta tidak hanya melihat dari segi kuantitas namun juga kualitas.
“Mengapa putra asli Lampung Barat yang berjuang melawan Belanda atau Inggris tidak pernah disuarakan apalagi diberi penghargaan, dan kalau memang hendak memberikan penghargaan atas jasa kepahlawanan tolong dilihat berjasa apanya? tandas Pun Yanuar.
Masih menurut Yanuar Firmansyah, Gelar Suttan Junjungan Sakti yang ke-27, Kabupaten Lampung Barat sendiri memiliki sederet sosok pejuang asli yang semua jasa dan pengorbanannya sudah melebihi batas masa pengabdian yang juga layak disebut pahlawan. “Tamong Dalom Ahmad Syafei, gelar Suttan Ratu Pikulun; Tamong Batin Barlian Pangeran Jaya di Lampung, gelar Raja Penggalang Paksi, yang mana secara jelas dan murni bahwa beliau-beliau ini merupakan sosok pahlawan yang ada tanda Bintang jasanya,” imbuhnya.
Yanuar Firmansyah berharap kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, maupun DPRD Kabupaten Lampung Barat, dalam memutuskan untuk memberikan penghargaan jasa kepahlawanan agar mengutamakan putra daerah yang sudah berjuang untuk daerahnya. “Tolong diutamakan Putra daerah yang berjuang untuk daerahnya, bukan malah orang lain yang diberi tanda penghargaan,” tandasnya.
Pun Yanuar menambahkan jika sangat banyak veteran dan pejuang kemerdekaan yang merupakan putra asli Lampung Barat yang sangat layak menerima penghargaan. “Alangkah banyaknya veteran-veteran dan para pejuang kemerdekaan putra asli Lampung Barat yang berjuang melawan penjajah untuk mempertahankan wilayah Lampung Barat.
Hal tersebut berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Raja dari Kepaksian Pernong Brigjen (Purn) Edward Syah Pernong gelar Suttan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-23 yang mengatakan sbb :
Dirinya mengatakan, perjuangan para pejuang terdahulu ikhlas dan tulus tanpa Pretensi artinya kita tidak boleh mencederai perjuangan para pendahulu kita, seiring berjalannya waktu nanti bisa dibicarakan, ada masanya dalam adat mungkin lebih menghargai sosok seorang yang pernah berjasa di Bumi Sekala Bekhak yang asalnya dari luar Lampung Barat, bukan berarti tidak menghargai kita, namun kesantunan kita sebagai negeri asal Sai Batin, yang jauh yg kita rangkul duluan.
“Mana kik dibah layang, gekhal na khadu tinggal tidakok mana kheddik ko sai jaoh jo sai mesti ti igau mena nyin dang mak tejaoh lagi” ujarnya.
Kemudian, Paduka Yang Mulia (PYM) Saibatin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Sultan Sekala Brak Kepaksian Pernong, lagi pula Mister Gele ini adalah teman seperjuangan Kakek/Tamong Dalom dahulu sewaktu ikut bersama-sama berjuang melawan penjajah, bahkan amat sangat pantas Mr. Gele Harun untuk jadi Pahlawan Nasional karena pernah menjadi Resident Lampung,
“Resident Pejuang adalah Resident yang masuk hutan, bukan Resident makan susu keju dan roti dari Belanda, dijaman itu penghianat disebut NICA atau Kolaborator, kalau kolaborator itu, iya ngaku Republiken dan pingin disebut Pejuang tapi tidak bisa disebut pejuang karna justru saat itu mereka adalah Pamong bahkan saat itu sebagai Pemerintah, tapi khianat, kerjasama dengan Pemerintahan Belanda, Pertama tidak berjuang, kedua tidak masuk hutan melawan penjajah itulah penghianat , NICA/ Kolaborator,” imbuhnya.
Menurutnya, Mr. Gele itu adalah Resident pejuang selalu berhadapan dan tidak pernah mau kompromi dengan Belanda dan Mr. Gele harun adalah Resident Lampung saat itu, jadi sangat pantas dapat penghargaan karna tamong dalom.
“Pangeran Suhaimi adalah Bupati perang Lampung tengah, jadi tidak salah langkah bupati parosil itu, bahkan kita harus bangga ada Bupati yang wawasan Penghargaannya kepada pejuang seluruh Lampung bukan sekup Lampung Barat saja, kita keturunan dari Kepaksian Pernong rumpun Pejuang yang Nasionalis, Patriotis serta beradab Budaya dan Religious jelas mantan Kapolda Lampung,” jelasnya.
Di Bumi Sekala Brak sangat banyak sosok para pahlawan melawan penjajahan memperjuangkan kemerdekaan yg menjadi suri tauladan bagi generasi penerus.
Dari Kepaksian Pernong, Pangeran Hi.Suhaimi gelar Sultan Lela Muda, Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan Ke-21. Bersama tiga Putra nya antara lain: Pangeran Maulana Balyan, A. Moeis, M. Bun Yamin, yang disemayamkan di Makam Pahlawan Provinsi Lampung sebagai Tanda penghargaan memperjuangkan kemerdekaan.
Dari Kepaksian Belunguh ada Ahmad Syafei Gelar Suttan Ratu Pikulun bersama adiknya Barlian Pangeran Jaya di Lampung, yang mana keduanya di semayamkan juga di Makam Pahlawan Provinsi Lampung.
Demikian juga Kepaksian Bejalan Diway dan Kepaksian Nyerupa yang tentu dari masa ke masa memiliki sosok jiwa patriot melawan dan memperjuangkan kemerdekaan melawan penjajah,tutup Pun Edward.
Perbedaan pendapat kedua tokoh tersebut, jangan sampai menjadi polemik yang berkepanjangan, karena kedua tokoh tersebut berdasarkan status kebangsawanannya merupakan sama-sama sebagai pemangku adat dikepaksian/kebuayannya masing-masing, jadi kedua tokoh tersebut merupakan etalase dari masyarakat adatnya, terkait dengan hal ini pemerintah daerah seharusnya tidak tebang pilih terhadap pemberian penghargaan kepada tokoh-tokoh yang merupakan bagian dari perjuangan di Kab. Lampung Barat. Selain itu Untuk menjawab keraguan publik Pemerintah Daerah Kab. Lampung Barat harus dapat menjelaskan kepada publik sejarah Perjuangan Mr. Gele Harun dengan didukung oleh bukti-bukti atau dokumen-dokumen perjuangan beliau di Kab. Lampung Barat. (Hk)