(PROGRESIFNEWS.ID) Bandar Lampung—- Tahun 2020 menjadi tahun yang buruk dalam sejarah peradaban manusia abad moderen. Negara-negara di dunia mengalami krisis besar akibat pandemi Covid-19. Tragedi yang sebelumnya tak pernah terduga meskipun hanya dalam imajinasi kita. Manusia dibuat lumpuh tak berdaya di hadapan makhluk mikroskopis. Prestasi gemilang atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seketika runtuh karena sampai saat ini belum mampu memberikan jawaban pasti.
Sepanjang tahun 2020, kita semua telah menyaksikan dampak pandemi Covid-19 yang begitu mengenaskan. Kematian datang menjemput manusia setiap waktu. Angka kemiskinan meningkat kian pesat.
Kesejahteraan hidup hanya sebatas utopia.
Berjuta-juta jiwa manusia kesulitan mencari makan. Kecemasan dan ketakutan selalu membayang-bayangi. Kejahatan merajalela dan moralitas dibunuh hanya untuk bertahan hidup. Sungguh satu tahun yang kelam dan terasa amat panjang.
Hal yang lebih mengejutkan dan membuat kita mengelus dada yakni diduga adanya penggelapan dana tunggakan Pajak tahun 2019/2020, mencapai Rp 99,65 miliar.
Dari target realisasi pembayaran pajak PBB-P2 Kota Bandar Lampung adalah sebesar Rp320 miliar. Dalam Realisasinya pendapatan pajak PBB-P2 Kota Bandar Lampung pada 2020, mencapai sekitar Rp160 miliar.
Untuk menghilangkan dana tunggakan Pajak senilai Rp 99,65 miliar tersebut, para oknum pegawai BPPRD, diduga membuat sekenareo
melakukan penyegelan terhadap Bakso sony sebanyak 12 gerai. Yang hanya memiliki Tunggakan Rp 8 miliar.
Lebih jauh andika mengatakan, ” bila memang benar-benar ingin mempermasalahkan tunggakan Pajak yang ada di kota Bandar Lampung, kenapa tidak melakukan penagihan yang sudah jelas tunggakan pajak 2019/2020, Rp 99,65 miliar. Kalau benar bekerja untuk masyarakat Kota Bandar Lampung. Tutupnya.
Seperti yang diberitakan Koran ini edisi 915, yang berjudul ” KORUPSI UNTUK MAFIA PAJAK ” hingga saat ini, pihak APH dan Inspektorat Kota Bandar Lampung belum ada gerakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap para oknum Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), Kota Bandar Lampung, Khususnya ” Drs. Yanwardi, MM dan DKK.”
Praktik lancung itu telah menjadi rahasia umum namun amat disayangkan proses hukum kerap tak serius untuk menuntaskan hingga ke aktor utamanya,”. Modus yang sering dijalkan oleh Mafia pajak biasanya, bermain di manipulasi data/pembukan agar tidak menyetorkan sejumlah biaya pajak kepada negara.
Bukan hanya itu saja yang diduga adanya indikasi KKN, Seperti anggaran tahun 2021, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), dikucurkan anggaran yang bersumber dari APBD senilai Rp 55,8 miliar,
guna membiayai kegiyatan sebanyak 191 paket penyedia. Dari besaran anggran tersebut, adanya indikasi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), seperti :
Belanja insentif bagi ASN atas pemungutan pajak restoran Rp. 5.000.000.000,
Belanja insentif bagi ASN atas pemungutan pajak penerangan jalan Rp. 4.875.000.000,
Belanja insentif bagi ASN atas pemungutan PBB Rp. 4.203.468.000, Belanja insentif bagi ASN atas pemungutan pajak BPHTB
Rp. 7.500.000.000, dan Belanja Jasa Tenaga administrasi Rp. 4.981.242.000.-
Berita tentang korupsi seakan-akan tidak pernah hilang dari telinga kita. Korupsi berupa mark-up yang dilakukan Dalam pengelolaan Anggaran APBD/Swakelola, banyaknya duga tidak sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis), diduga APH seakan diam dalam seribu bahasa.
SUNGGUH aneh tapi nyata. Di tengah gemuruh amarah rakyat atas ketidakadilan dalam penegakan hukum di negeri ini, tentu rakyat patut kecewa. (TIM)